Sketsa Arie Tulus "Perempuan Perempuan Pencari Damai" Tinta di atas kertas 19 Oktober 1995.
Episode Minggu di Bulan Pebruari
1989.
Di tengah jalannya ibadat
masih ada yang datang
masuk mencari damai
menemui sang JuruSlamat
kami yang duluan
dengan terpaksa tinggalkan khotbah
sejenak mencuri pandang
oleh derap langkah kaki kaki sepatu
yang menggigit lantai
bagai irama lagu
menyaingi pujian sorgawi
"siapakah mereka itu ?"
(tanya pak Thomas yang telah rabun)
"Tidak tahu, aku tidak kenal orang-orang itu"
(jawab petrus setengah berbisik)
suasana mulai berangsur jadi gaduh
bagai lebah yang baru pecah
dari sarangnya dilempari tangan tangan nakal
sementara khotbah terus mengalir
begitu derasnya tak peduli
di tampar
dilempari batu
astaga tak terasa
iman kami mulai dicuri
oleh sederet pawai
mencari damai
menemui sang JuruSlamat
yang datang dengan segala
dandanan model penuh keajaiban
wajah wajah asing
bagai badut
bagai boneka
kemerahan
biru
jingga
hijau
kuning
hitam
dan bau parfum yang tajam
membuyarkan bacaan firman
seorang diaken berwajah suci
ambil langkah seribu
mengarahkan kami
tapi percuma
semuanya menolak
sebab ternyata ia bertopeng
sekalipun firman
di tangan dan dikunyahnya saban hari
tiba tiba perempuan diantara
wajah wajah asing tadi
bangkit dari keterasingannya
kamipun terdiam
ia tampil kedepan
lalu melucuti topeng
yang lekat di wajah diaken
seraya berkata:
"Basuhlah dirimu terlebih dahulu
baru bisa mengarahkan kami"
diaken marah
mencoba bertopeng kembali
tapi rumah ini tambah gaduh
bagai lebah yang baru pecah
dari sarangnya
dilempari tangan tangan nakal
sementara khotbah
sudah tak mengalir lagi
tersumbat oleh lemparan
gumpalan kata
dan nyanyi yang kacau
lalu semuanya terdiam
perempuan itu berlari naik ke mimbar
dan iapun bersaksi:
"saudara saudara
aku telah jadi lonte
orang itulah yang pertama
mengetuk
mencungkil
kunci pintuku
lalu masuk
membongkar
memecahkan dan merobek
dinding mahkota suciku
tapi kini aku telah kembali
bangkit dari keterasinganku
ingin mencari damai menemui sang Juru Slamat"
kesaksian telah usai
diaken tiba tiba menghilang tanpa jejak
tapi kamipun kembali
mengaca diri dalam hati
lalu pelan pelan
mengupas
melepaskan
topeng topeng yang masih lekat
di wajah dan hati ini
lalu membuangnya
sambil terus mencari damai
menemui dan memiliki
sang JuruSlamat.
--------
Arie Tulus Manado, 1989