SPG Kristen Kuranga Tomohon
oleh : Arie Tulus
10. TANGAN
TANGAN GATAL
Belum
pernah terjadi pada setiap kali akan makan bersama di ruang makan, baik pagi
siang atau malam, ada seseorang yang diberi tugas membawakan doa cuma berkata
begini; “Teman-teman sekalian, sebelum kita makan mari kita berdoa menurut
agama dan kepercayaan kita masing-masing”. Atau berdoa tidak berkata-kata banyak, cuma diam sejenak
seperti orang mengheningkan cipta. Atau begitu bilang mari kita berdoa langsung
amin saja, diikuti goyang leper. Belum pernah.
Sepanjang sejarah asrama sekolah guru ini hidup, sesungguhnya
memang belum pernah terjadi cara-cara seperti itu. Sekalipun ada juga seorang
murid yang tidak seiman datang bersekolah dan tinggal di asrama, sikap berdoa bagi
pendoa tidak ada bedanya dengan cara-cara orang kristen lainnya berdoa.
Seperti doa-doa yang
dipanjatkan pada sebuah acara ucapan syukur, acara pesta pribadi, keluarga atau
pada selesai melakukan upacara bendera di sekolah, di kantor swasta dan pemerintah, sudah menjadi kebiasaan doa-doa yang dimaksud
mesti panjang-panjang dan lebar-lebar. Tidak lebih, tidak kurang pada intinya sebagai
daftar permintaan bantuan yang dapat
Tuhan lakukan.
Seperti doa makan bersama malam itu, mesti juga
berisi permintaaan restu dan berkat tentang rencana-rencana ke depan, tentang
kesehatan, tentang keberhasilan yang ingin di raih, tentang keamanan, tentang
sesama bahkan orang tua yang tengah berusaha banting tulang, sampai pada
akhirnya minta berkat melimpah, ampuni dosa yang segaja maupun tidak sengaja
dibuat, ampuni mereka yang berbuat jahat, saling mengampuni masing-masing, di
tutup dalam nama Tuhan Yesus, Amin.
Begitu amin, astaga...ikan-ikan
yang ada di gundukan nasi hilang terbang begitu cepatnya. Dan yang tersisa
tentunya tinggal leper, piring, nasi bersama sayuran.
Kejadian ini bukan cuma sekali,
tapi sudah berulang-ulang terjadi di lokasi yang berbeda. Memang ada mata yang
melihat tangan-tangan itu bergerak
dengan cepat. Tapi tak ada yang mau buka mulut karena menyadari mereka perlu
diampunni dalam setiap doa.
Sudah tentu sipemilik ikan yang mengalami cobaan iman
itu, rasa-rasanya tak bernafsu lagi untuk menghabiskan nasi dan sayuran itu,
karena ikan sudah menjadi pembangkit selera lidah dan gigi-gigi pada setiap
kali rasa lapar itu datang.
Untuk menjaga agar supaya ikan yang ada di
piring masing-masing tetap utuh sampai selama-lamanya amin, sepanjang doa
makan itu masih mengalir,
ada juga yang kelihatannya berdoa, padahal kedua bola matanya tidak
tertutup seluruhnya karena mengawasi tangan-tangan gatal itu.
Tapi, ada satu cara yang
paling ampuh untuk menangkal musibah ini. Ketika berdoa, kedua tangan tak mesti di julurkan ke bawah,
akan tetapi mesti di taruh tepat berada di atas piring membetuk penutup agar
supaya lalar-lalar itupun tidak sempat batera atau bateto pa pangana pe ikang.//
-----
11. ITO’
Apa benar tanda tangan Ito’ begitu mahal dan sangat
berharga bagi setiap penghuni asrama? Jawabannya benar. Apa sebab ? Karena
sudah menjadi satu-satunya pasal yang wajib diperoleh pada setiap kali ada penghuni
asrama punya niat untuk pulkam alias
pulang kampung.
Mengapa mesti tanda tangan Ito’, bukan tanda tangan Om
buang, atau Om Yahya ? Karena Ito’ punya wewenang satu-satunya sebagai orang
yang diberi kepercayaan selain kepala sekolah, ia juga bertindak sebagai
pengawas asrama. Benar atau salah jawaban ini? Pasti ada kebenarannya.
Apakah begitu gampang ngana dapatkan tanda tangan Ito’
ketika surat izin itu di sodorkan padanya ? Ohohohoho, menurut pemandangan
berdasarkan kenyataan yang membuktikan, hehehe. Ito’ tidak secepat kilat
memberi tanda tangannya.
Apa alasannya ? Ha.., so itu kwak ngana. Ngana kira,
ngana nya’ mo
dapa interogasi ?
Sejumlah pertanyaan bertubi-tubi akan berhadapan deng ngana.
Apa memang butul-butul ngana mo pulang pa ngana pe
kampung ? Ato cuma mo
trus pa tamang pe kampung ? Ato cuma mo pi baku dapa deng itu tamang bae di kampung
? Ato cuma mo pi beking susah di kampung?
He... tamang, Ito’
itu kasiang ngana blum lahir so jadi guru. So deng taong makang garam tamba paser, belajar berbagai
karakter orang.
Sekali lagi, jangan harap Ito’ akan langsung secepat
itu menandatangani setiap surat isin yang disodorkan padanya. Karena ini menyangkut tanggung jawab yang tidak
sembarangan.
Sudah dijemput ortupun jika tidak ada alasan tepat yang
benar-benar masuk akal, jangan harap. Ada beberapa kawan putri sampe manangis
di asrama karna Ito’ nya’ kase izin. Apalagi waktu itu malam minggu katu’ kang
?
Yang jelas hanya kepada mereka yang memang sudah
berbulan-bulan menunggak masalah biaya sekolah maupun biaya makan tidur di
asrama, begitu mulusnya
mereka dapat tanda tangan Ito’.
Begitu juga dengan mereka yang punya alasan kedukaan atau pergi ambil beras
sebagai satu kewajiban yang mesti di setor ke dalam gudang beras,
so pasti-pasti akan diijinkan pulkam. Mar, ngoni tahu stau kang? Ada juga penghuni yang
begitu berani pulang secara diam-diam.
Jika apel sore yang bersangkutan tidak kelihatan di mata
Ito’, sudah pasti ada titipan pesan kepada kawan sebilik jangan sampai Ito’ tahu.
Bilang saja ada jalan sore-sore menuju bukit inspirasi belum pulang asrama.
Atau bilang saja sama Ito’ tidak tahu, nanti yang
bersangkutan saja pertanggung jawabkan sendiri kenekatannya, bagaimana ia
pulang kampung bermodalkan tanda tangan Ito’ yang palsu. Astaga...?//
-----------
12. ASMARA ASRAMA
YANG KANDAS
Yang namanya berkasih-kasihan, seperti memberi gula-gula, kukis pada
teman-teman, itu pemandangan biasa yang sudah ada pada mereka yang punya kadar
jiwa sosial tinggi. Apalagi tanpa diminta mereka sudah melakukannya dengan
senang hati.
Yang namanya ikut membantu bikin alat praga persiapan
untuk praktek mengajar pada teman-teman yang membutuhkannya, itu juga masih
tergolong biasa, apalagi ada honornya.
Yang terasa luar biasa di asrama ini apabila sudah ada
yang berkasih-kasihan saling membantu, saling memperhatikan bersama seorang
kekasih.
Ada semacam satu semangat dan gairah hidup untuk terus
belajar, disamping ikut saling menjaga dan mengawasi satu sama lain. Sudah
tentu hal ini bisa terjadi pada mereka yang melakukan hubungan asmara di asrama
ini, bukan hanya sekedar percintaan di samping asrama, atau berpegang tangan
sejenak di depan pintu bilik yang sedikit lagi akan di tutup ?
Bukan pula hanya sekedar berciuman di belakang pintu. Dan berbagai
gaya percintaaan monyet yang dilakukan tuama-tuama bersama wewene-wewene
lain di asrama ini, yang pada dasarnya cuma ingin mendapatkan kesempatan
sebagai sebuah pemenuhan hidup dalam rangka saja. Sementara salah satu diantaranya menjalin hubungan cinta
dengan kekasih hatinya yang ada di kampung. Tapi bercinta demi mengejar dan
meraih kesuksesan dalam belajar untuk bisa naik kelas atau lulus ujian akhir.
Begitulah suasana hati yang di rasakan R ketika membina
hubungan asmara dengan D. Dua tiga bulan berjalan tak ada perasaan curiga satu
sama lain, justru setiap hari lebih menciptakan sebuah kepercayaan yang takkan
goyah.
Pada buku-buku tulis masing-masing, pada tangan, meja,
kursi, bahkan di papan-papan tempat tidur terlukis dengan jelas nama mereka
berdua dalam satu bingkai yang bergambar panah dan hati.
“R..,besok kita mo pulang kampung”, kata D senja itu. Ada
perasaan kecewa ketika D mau pulang karena malam minggu, malam panjang. Sebuah malam yang tidak seperti malam hari-hari biasa
yang mesti di isi dengan belajar belajar dan belajar. Tapi malam minggu adalah malam rekreasi. Dimana semua penghuni mesti ikut ambil
bagian di dalamnya.
Adakalanya malam minggu terisi acara pementasan drama yang
di sutradarai Joppy Prang sekaligus penulis naskahnya. Juga karya drama dari
sang sutradara senior Johny Rondonuwu. Makanya boleh juga dibayangkan seperti apa suasana hati ketika
kekasihmu pulang kampung pada malam minggu. Pasti hati terasa kering.
Begitu keluh R ketika rekreasi sementara bergulir. Ia
tampaknya tidak bersemangat sekalipun lagu-lagu yang dinyanyikan itu bernuansa
kegembiraan seperti lagu di sini senang, di sana senang, di mana-mana hatiku
senang.
Kemuraman hatinya bertambah
ketika hari sabtu minggu berikutnya, D kembali lagi pulang kampung dengan
alasan ada urusan keluarga. Apalagi di jemput oleh seseorang yang tampaknya
telah akrab dengan keluarganya.
Rasa cinta yang begitu dalam
sedalam lobang gunung Soputan kini mulai rapuh keberadaannya. Rasa curiga pada hati D yang tidak lagi utuh semakin membengkak
ketika kawan-kawan ikut membakar perasaan R.
”Ngana kwa cuma
ta io io,
ngana nentau begitu lulus D so ada yang mokaweng !” Oina’ mate.
Rasa-rasanya jantung R akan lepas ketika mendengar pernyataan ini.
Sebuah
pernyataan yang sebenarnya jauh dari alam pikiran dan perasaannya. Karena sesungguhnya telah ada satu
kesepakatan bagi R dan D, begitu lulus mereka bisa terus kuliah sama-sama
hingga jadi sarjana sama-sama.
”R...for apa le ngana mo tabingo-bingo deng dia. Masih
lebe bae ngana lia hari eso. He...ngana tau, masi banya wewene yang suka pa
ngana, jang ngana bamabo, for apa ?”.
Sebuah wejangan yang arif dari seorang kawan sebilik
dengan R ketika ikut menasihatinya selesai rekreasi.
Keyakinan R terhadap D yang cuma menjadikannya penolong
sementara waktu di saat-saat ujian praktek mengajar, menjadi bukti yang tak
bisa diragukan lagi ketika penerimaan ijazah, D mendapat kunjungan spesial dari tuama yang ternyata sudah lama menjalin
kasih di kampung halamannya.//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar