Senin, 20 Mei 2013

Kisah-Kisah Asrama SPG Kristen Kuranga Tomohon 6 - 9 0leh Arie Tulus.


6. TOLERANSI
    BERASRAMA


Bukan hal yang aneh pabila ada kawan yang belum sempat pulkam atau belum dapat besuk, ikut menempel pada mereka yang baru membawa atau dapat forat dari ortu.
Suasana ini sudah bisa dimaklumi, bahkan di antara beberapa kawan sepertinya sudah menjadikannya semacam bagian dari  toleransi berasrama, seperti pinjam meminjam uang dan saling-saling baku mangarti lainnya.
Tapi dalam hal ini tidak berlaku bagi yang pelit, karena kelompok ini berpegang teguh pada prinsip hidupnya, ”Kalu nya’ ada cari baminta. Kalu ada for diri sandiri “.



7. PETI BAJU
    DARI KAYU
  
Tidak sedikit peti-peti baju dari kayu yang berjejeran di dalam bilik, sudah tidak berkunci lagi karena telah berkali-kali dicungkil oleh rasa ingin tahu plus ingin mengambil dari penghuni yang tentunya sudah dapat bisikan dari luar badannya untuk mencungkil.
Memang ada juga  peti yang di cungkil  oleh pemiliknya sendiri karena kunci peti itu telah hilang, atau disimpan tetangga?
Yang tak akan pernah di cungkil cuma peti dari orang-orang yang sangat di hormati dan sangat ditakuti di dalam asrama ini. Termasuk peti baju Ito’ mungkin.



8. SEPATU KETS
    KESAYANGAN
  
Di asrama putra ada seorang kawan, baru saja membeli  sepatu  kets  yang mahal.   Sepasang  sepatu kets berwarna putih bis hitam serba fungsi, karena bisa dipakai ketika ada mata pelajaran olah raga dari Mner Watung, dan bisa juga dipakai setiap harinya bersama baju-baju seragam pramuka, putih hitam, dan batik.
          Karena mungkin cintanya pada sepatu baru melebihi cinta pada kekasihnya, sepatu baru itu tak boleh disentuh, tak boleh dipinjam oleh siapapun dia yang  menghuni asrama ini.
Pokoknya sejak sepatu itu tiba di asrama, langsung diamankan dalam peti kayu kesayangannya. Peti itu di beri kunci slot sedang dan besar berlengketan bagai sepasang kekasih sedang bercumbu di sudut tempat cuci piring samping dapur.
Mungkin saja nanti tiba tanggal 17 Agustus baru bisa digunakannya. Atau bisa saja kemungkinan besar nanti tepat pada hari ulang tahunnya baru bisa di keluarkan dari peti kayu itu.Satu waktu pulang sekolah, dari ruang makan terdengar ada suara maki-makian begitu keras di bilik satu. Segala  makian  yang  sebenarnya menurut guru agama dan orang-orang beradab, serta orang-orang suci kudus sebagai ucapan yang bernilai kenajisan tak pantas diucapkan. Lalu, siapakah dia yang memaki-maki itu ?
Apakah ada lagi yang sengaja memabukkan diri dengan cap karena kekasihnya berpindah hati ? Atau ada perseteruan hingga emosinya tidak terkonrol ?
Dari ruang makan, dan dapur, tampak beberapa pasang mata memandang ke bukit asrama putra. Ternyata yang memaki-maki itu adalah seorang kawan pelit, yang tak tega melihat peti bajunya sudah terbuka menganga. Sementara sepatu kets kesayangannya sudah berbau sengit karena sengaja di kencingi oleh seseorang yang tidak berani mengaku saat itu.



9. ASRAMA PUTRI
       DI ATAS BUKIT ITU
  
          Ada dua tempat yang dijadikan asrama bagi wewene-wewene manis yang datang dari segala penjuru tanah malesung. Sebuah asrama berada di atas rumah dinas kepala sekolah, bangunannya berbentuk huruf L menjadikannya bilik-bilik kamar tidur. Sedangkan lahan yang tersisa di bangun wc, kamar mandi dan bak penampungan air.
          Asrama putri yang berdiri di atas bukit ini paling istimewa dan aman, bila kita bandingkan dengan asrama putri yang ada di kompleks lapangan olah raga. Mengapa? Karena asrama putri di bukit, bagian belakangnya punya pagar tinggi, dan hanya ada satu-satunya pintu masuk keluar bagi semua penghuni. Pintu ini menghadap ke barat bisa terpantau dari rumah kepsek. Sementara asrama putri yang ada di bawah itu tidak ada pengamanan istimewa.
          Ada juga seorang pak hansip yang diberi tugas berjaga-jaga, mondar mandir mengawasi. Pekerjaan ini cuma di jalankan  sewaktu  matahari  mulai  menghilang di belakang gunung Lokon, hinggga  kembali lagi matahari itu siap-siap terbit di belakang gunung Mahawu. Para  penghuni  biasa   memanggilnya  Om  Wik.
Pertama kali ia berjaga, ada yang bilang, jangan coba-coba minta izin sama Om Wik untuk bisa keluar dari asrama putri di atas bukit ketika hari sudah larut malam. Begitu juga dengan tuama-tuama yang ada di asrama putra, jangan coba-coba membujuk atau merayu Om Wik dengan sebungkus rokok, cuma karena ingin ambil kesempatan bakudapa deng dia pe sayang-sayang.
Sekali-kali percuma, karena Om Wik sendiri sebelum ia berdinas sudah di doktrin atasannya untuk berani mengatakan tidak, tidak dan tidak mengijinkan sama sekali bagi orang-orang dalam dan luar bertingkah sebebas-bebasnya masuk keluar pada jam tidur malam. Sungguh ketat penjagaannya.
Jangan harap pintu utama itu akan ditinggalkan Om Wik berlama-lama. Bahkan mungkin pintu itu akan berteriak memanggilnya jika kaki-kaki Om Wik akan melangkah terlalu jauh dari padanya.
Tapi begitulah yang namanya manusia. Sehebat-hebatnya dia,  toh sekali kelak akan kalah dan keok juga. Seketat-ketatnya undang-undang dasar dan peraturan-peraturan itu dibuat dan sekuat-kuatnya iman seorang penjaga berjaga-jaga, sekali kelak pasti akan kebobolan juga. Termasuk Om Wik sendiri yang ikut membobolnya. 
Kau tahu ? Cuma di kasi rokok tiga batang sama-sama minum cap, keteguhannya rapuh. Bahkan ia sendiri yang mengantarnya sampai di bilik tujuan.
          ”Mar...jang bilang pa sapa-sapa ne, ini rahasia, bukang cuma tuama-tuama yang tinggal di bilik satu dua deng tiga, yang salalu datang di sini malam-malam. Ada juga orang yang torang karu’ nya dapa kanal, pernah so tidor-tidor le di bilik, torang kira cw karna rambu panjang. Padahal pake wik re’en. O, tuhai...! 
 --------------------         

Sumber : Buku Kisah-Kisah Asrama SPG Kristen Kuranga Tomohon
               Oleh Arie Tulus  Di cetak dan diterbitkan oleh SAT (Sanggar Arts Tomohon) 2008




Kisah-Kisah Asrama SPG Kristen Kuranga Tomohon 3 -5 oleh Arie Tulus.




     3. PENGHUNI BARU

Menjadi penghuni baru di asrama sama artinya dengan menjadi murid baru di sekolah yang tidak pernah terbebas dari tradisi, mirip-mirip wajah perguruan tinggi tapi kadar emas masa perkenalannya kira-kira cuma sekitar 18 sampai 22 karat yang benar-benar mendidik.
Pagi-pagi buta berbaris lompat-lompat gerak badan, nyapu lantai bilik dan ruang makan, ngepel kamar mandi wc.
Pun sore-sore kerja bakti cabu rumpu bersih-bersih selokan asrama dan lingkungan sekolah menjadi lagu-lagu wajib yang mesti dinyanyikan.
Cari dan minta tanda tangan kakak-kakak kelas yang kerap kali memanfaatkan situasi dan kesempatan ini menyuruh ciptakan berbagai keinginannya, menjadi pengalaman menarik dan sangat mengesankan.
Yang paling rajin, paling malas, paling kumabal, dan yang paling bikin aneh-aneh, pasti akan lebih terkenal dari pada yang biasa-biasa saja. Terlebih para penghuni baru yang berjenis kelamin wewene-wewene cantik jelita yang turun dari kayangan masuk di sekolah dan asrama ini, pasti akan jadi idola yang bukan sekedar cuci mata bagi yang jeli memandangnya.


4. LAPAR
  
Mungkin hanya Ibers satu-satunya seorang penghuni asrama yang tidak pernah merasa lapar baik pagi, siang, malam, atau sepanjang hari akan berlalu, karena Ibers satu-satunya penghuni asrama yang paling mujur diberi kepercayaan dan tugas sampingan oleh Ito’ sebagai pemegang kunci semua bahan-bahan yang belum dan yang sudah berubah jadi nasi, ikan, rica goreng dan sayur di gudang penyimpanan.
Tidak seperti penghuni lainnya yang kadang kala mesti ada camu-camu yang tersedia di peti kamarnya sebagai penenang rasa lapar yang datang tiba-tiba. Jika Ente tidak ada persediaan, pasti ente bukan cuma pusing tujuh keliling. Tapi bisa sampai sembilan, sepuluh kali keliling-keliling bilik for mo isi ente pe puru supaya nyaman kong tatidor sadap.
Soalnya berbicara urusan puru, di asrama
ini Ente hanya punya kesempatan; sumokol pagi satu piring nasi tambah rica yang banyak kuahnya, kadang-kadang ada ikannya. Siang pulang sekolah makan nasi, ikan cakalang kuah tambah sayor kangkong.  Resep siang hari akan disajikan juga pada malamnya.
Tiada hari tanpa sayor kangkong Sineleyan. Tapi bukan berarti karena salalu makang kangkong kong nya’ pande-pande?  Hari minggu adakalanya dapat bonus sayor campurnya yang bakucako di situ kol, akar kuning, bihun dan lain-lain, sampe brenebon.
Paling enak kalu Ente sendiri dapat kehormatan bisa makan di rumah Ito’. Hehehehehehe. Pokoknya bodok sandiri kalu tidak memanfaatkan waktu makan ini dengan sebaik-baiknya.
Apabila jarum jam untuk makan, mesti ada di ruang makan. Jangan sekali-kali cuma keluyuran di bilik asrama atau cari angin di luar asrama. Bisa-bisa bahaga tahang lapar kong tabayang-bayang bagaimana bole maso dengan leluasanya di dalam gudang makanan sama leluasanya seorang Ibers.
Boleh juga Ente keluar atau nongkrong di asrama saat pembagian jatah makan. Tapi milik Ente mesti ada teman yang berbaik hati bisa mengambilnya. Jangan heran jika ada piring-piring kosong berseliweran di lantai bilik-bilik asrama.




5. GUDANG      
    MAKANAN
  
Ada dua jurus yang sudah sering digunakan  orang-orang   lapar   tengah   malam
untuk bisa masuk tanpa halangan di gudang makanan. Jurus pertama menggunakan kunci pintu gudang ajaib. Jurus ke dua menggunakan ilmu   cecak   merayap  dinding  hingga   tembus masuk melalui loteng.
Sudah pasti kedua jurus ini cuma bisa dilakukan oleh penghuni asrama putra, bukan putri. Karena hanya putri yang nebok alias nekat tapi bodok jika melakukan jurus-jurus ini. Ndak ongkos untuk membayar rasa malu apabila kepergok di saat beraksi. Apalagi sampai nekat menggunakan jurus-jurus dan ilmu cecak itu yang katanya sudah diturunkan secara turun temurun?
Memang pernah juga ada drama tentang tarapu gudang makanan yang dimainkan penghuni asrama putri. Selesai makan malam  waktu itu, mereka minta ijin masuk gudang makanan ambil tarapu untuk bersih-bersih meja yang   akan  digunakan  sebagai  tempat  belajar nanti. Eeeh tahu-tahu tarapu itu begitu keluar, bukan sulap, bukan sihir sudah ikut terbungkus di dalamnya rica goreng campur ikan cakalang.
Ngana mo lapor sama Ito’ atau Ibu asrama peristiwa-peristiwa seperti ini ? Percuma, karena Ito’ sendiri pernah saksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana beberapa penghuni asrama putra sedang menggoreng nasi di dapur tengah malam. Ito’ mungkin lupa, tapi mereka yang terlibat di dalamnya pasti ingat dengan jelas pengalaman ini.
Malam itu tidak ada seorangpun yang menyangka kalau Ito’ sudah berada tepat di samping penggorengan. Ada yang tiba-tiba mau lari bersembunyi tapi apa yang Ito’ bilang ? ”Kyapa ngoni mo lari. Teruskan saja, goreng kong makang sampe abis. Jang sampe tasisa kong ngoni mo buang lagi !”.
Untung malam itu tidak kepergok langsung ketika Omi masuk melalui loteng, sampai-sampai kakinya terinjak sebuah loyang penuh berisi rica goreng kuah yang  dipersiapkan untuk sumokol pagi.
”Astaga, tape kaki rasa pidis tainjang rica”. Begitu kata Omi yang cuma andalkan tangannya untuk meraba-raba karena gudang makanan itu tidak   ada   lampu.    Rasa   pidis   di  kaki   tidak mengurungkan   niatnya  untuk  mengambil  nasi yang masih menumpuk di tampa kukus.
”Ofor...ofor jo, capat jang dapa riki !”. kata Ven yang sudah siap di loteng. Sementara yang lain bersibuk mengiris rampa-rampa, pasang konfor.
Malam larut itu, tampaknya Ito’ tidak lagi mengeluarkan banyak kata, apalagi berteriak-teriak sampai marah seperti orang kesetanan. Sungguh tidak demikian. Sambil berpeluk dada, Ito’ goyang-goyang kapala melihat kejadian ini. Kemudian ia beranjak menuju rumah dinasnya.
Ada perasaan kaku kiku campur malu bagi orang-orang lapar malam itu karena Ito’ dapa riki. Tapi apa bole buat, teruskan saja sama deng  Ito’ da bilang.  
Yang jelas, mereka-mereka yang ikut beraksi sampai makan nasi goreng tengah malam itu, tidak ambil bagian sumokol pagi gara-gara rica goreng satu loyang so barasa kaki  deng calana Omi.

---------------------
          Sumber : Buku Kisah-Kisah Asrama SPG Kristen Kuranga Tomohon 
        oleh Arie Tulus Dicetak dan diterbitkan oleh SAT (Sanggar Arts Tomohon) 2008.  









Minggu, 19 Mei 2013

Kisah-Kisah Asrama SPG Kristen Kuranga Tomohon Bagian 1 dan 2. Oleh Arie Tulus.

KISAH-KISAH ASRAMA 
SPG Kristen Kuranga Tomohon
oleh : Arie Tulus



MOHON MAAF DAN
TERIMA KASIH TAK TERHINGGA

Sebagai penulis mewakili kawan-kawan memohon maaf yang sebesar-besarnya, karena sadar atau tidak sadar selama ada di sekolah dan asrama, banyak kali menimbulkan kenakalan yang pada akhirnya melahirkan kekecewaan bagi kepala sekolah yang juga bertugas sebagai pengawas asrama.
Tidak ada salahnya juga pada kesempatan ini,  mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada yang terhormat Keluarga Drs.A.Lagare-Pangkey yang begitu tabah mengabdikan diri di sekolah dan asrama SPG Kr Kuranga ini, sehingga pada kenyataannya dari perjuangan mereka pula  tercipta berbagai keberhasilan yang telah di raih oleh segenap alumni.
Permohonan maaf dan ucapan terima kasih tak terhingga ini juga di sampaikan kepada para kepala sekolah dan pengawas asrama sebelum dan sesudahnya. Dan kepada segenap guru-guru serta pegawai yang pernah  ikut membantu, membentuk, mendidik kami, sampai sekolah ini menjadi almarhum akibat berbagai kebijakan pemerintah menghapus semua sekolah-sekolah guru yang ada di tanah air Indonesia.
Buku ini ditulis, tidak lebih dan tidak kurang, adalah sebagai rasa kangen terhadap kawan-kawan yang pernah sekolah dan nginap di asrama kurang lebih tiga sampai tiga setengah tahun mendapatkan berbagai pengalaman menarik yang tak bisa dilupakan, hingga masing-masing sudah bekerja sesuai dengan profesi dan keahliannya. Tuhan memberkati. Salam.

Kakaskasen, Tomohon   Medio Januari 2008
Arie Tulus.






1. ITO’
   

Entah siapakah dia yang pertama-tama dapat inspirasi memunculkan nama ini.  Ito’,  begitu  sebutannya.  Sebuah julukan yang begitu cepat menjalar dikalangan anak-anak SPG Kristen kuranga sampai sekolah guru ini mati dibunuh  akibat berbagai kebijakan pemerintah mengatasnamakan demi peningkatan mutu pendidikan.
Kemungkinan besar  julukan ini sudah cukup lama ada, sehingga sampai detik inipun ketika para alumni ketemu di jalan atau melakukan pertemuan secara resmi, pasti teringat si Ito’, bahkan menjadi sebuah kenangan indah bagaimana peran Ito’ terhadap berbagai keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai oleh anak-anak yang pernah mendapatkan bimbingan dan pengalaman belajar sekaligus didikannya.
Maaf, sekali lagi maaf beribu-ribu maaf, terutama kepada Ito’. Lebih baik di jelaskan saja, bahwa sebenarnya Julukan Ito’ tidak lain sebagai nama yang dibaptiskan secara spontan, pun  secara  diam-diam  kepada  yang terhormat Bapak Drs. A.Lagare, Kepala Sekolah yang juga bertugas sebagai pengawas  asrama  tanpa diketahuinya. Dan  memang  tak  ada satu  binongkolpun yang begitu berani secara terang-terangan memanggilnya Ito’, sama beraninya memanggil seorang kawan. Seperti misalnya; ”Halo Ito’? ”Mau kemana Ito’ ?  ”Selamat Sore Ito’ !  ”Ito’ sudah makan ?” . Atau begitu berani  bermohon begini;  ”Ito’, minta izin mo pulang kampung !”  Sungguh..., tidak ada yang berani.
Ente juga boleh tanya siapa-siapa yang berani berkata dan memanggilnya Ito’ tepat di depan hidung Ito’ ? Sekali lagi tidak ada yang berani. Ente boleh bayangkan suasana apa yang akan terjadi jika ada di antara kawan-kawan sekolah guru ini yang berani memanggilnya Ito’ ketika berpapasan. Apa yang akan terjadi ? Ente jawab sendiri.
       Jadi begitulah. Memang ada juga yang berani, tapi hal itu cuma bisa mereka lakukan dari jarak jauh sambil sembunyi muka. Atau menyebutnya secara bisik-bisik seperti yang terjadi sore itu. “Awas, Ito’ badatang !”, begitu bisik Ponga’ setengah telanjang ketika melihatnya melangkah menuju asrama putra yang tidak jauh dari ruang makan, sebuah ruang serba fungsi karena   secara  rutin  dijadikan  tempat    belajar seluruh  penghuni   asrama  baik  putra  maupun putri sebelum menuju pulau kapuk untuk istirahat tidur malam.
Seorang lelaki yang  bukan murid Sekolah Pendidikan Guru Kristen Kuranga, ikut lari pontang-panting ketika melihat Antje, Ulik dan Icat tiba-tiba melompat dari katil bersembunyi di kebun   yang  ada   di belakang asrama sekalipun cuma berlingkar handuk. Suasana yang tadinya riuh karena ada yang bermain gitar, catur, bermain kartu, tiba-tiba saja berubah.
Tampak penghuni asrama bilik satu, dua dan tiga ini menyibukkan diri masing-masing. Ada yang pura-pura memegang sapu, melipat pakaian, bersih-bersih tempat tidur, membaca-baca buku, pegang ember, dan ada pula  beberapa di antaranya satu persatu keluar melangkah menuju dapur untuk korve membantu persiapan makan malam. Memang Ito’ paling tidak suka melihat seseorang yang cuma berdiam diri, seperti tidur-tiduran, atau melakukan kegiatan yang sebenarnya tidak ada manfaatnya, apalagi yang namanya bermain kartu. Jadi untuk menyiasati suasana supaya tidak terkesan membuang-buang-buang waktu percuma,  ya berpura-pura seperti itu.
Ternyata  kedatangan Ito’  di asrama putra bukan karena akan menangkap basah beberapa kawan yang baru saja selesai  pesta kecil-kecilan menghabiskan satu botol cap. Tapi dalam    rangka    melakukan    inspeksi     di bak penampungan air yang  digunakan  untuk mandi
dan cuci pakaian. 
Ada mata kran yang tidak lagi berfungsi dengan baik sehingga banyak sekali air yang cuma terbuang begitu saja. Dan untuk mengantisipasinya, Ito’ bersama Yuk membuka mata kran yang sudah rusak itu, lalu  menyumbatnya dengan kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat pula mencabutnya dari mulut ledeng pada saat akan menggunakan air yang tertampung.
Melihat Ito’ sudah menuju asrama putri, maka terdengar lagi suara dari belakang asrama ”Wei... Ito’ so turung !”.







2. TERINGAT
     SI  ITO’


Bagi saya ada juga satu pengalaman menarik yang sampai saat ini tak bisa dilupakan. Pernah pagi-pagi di saat apel sebelum masuk ke dalam kelas masing-masing, mata Ito’ tertuju pada sebuah dasi yang melingkar di leher seorang kawan. Dasi itu hanya di lingkar begitu saja, tidak layaknya sebagaimana dasi itu berfungsi di leher sebagai seorang murid SPG Kristen Kuranga Tomohon.
Perlu diketahui ada hari-hari  tertentu  semuanya  mesti  menggunakan  seragam  putih hitam, lengkap dengan dasinya.   Terus apa yang Ito’ lakukan ? Seorang kawan itu disuruh tampil ke depan, berdiri tepat di samping kanan Ito’. Lalu mulailah Ito’ memberi pelajaran praktis bagaimana cara  terbaik membuka dan mengikat dasi di leher.
Ternyata memang tidak semua murid tahu mengikat dasi di leher. Saya sendiri sebelumnya juga cuma bisa tahu memakai dasi yang sudah siap melingkar di leher, seperti dasi-dasi yang sudah ada tali-talinya tinggal ikat selesai.     Atau bentuk dasi yang sudah ada perekatnya.
Sejak saat itu sampai saat inipun saya sudah tahu persis bagaimana mengikat dasi dengan baik di leher. Lebih dari pada itu, setiap kali berhadapan dengan sebuah dasi yang panjang, sebuah dasi yang masih lurus menyerupai ular kobra, pasti saya teringat bagaimana Ito’ berdiri di depan ketika Ia memberikan wejangan, kedua tangannya jika tidak bersilang di dada,  pasti terjulur ke bawah sambil kunci tangan. Tapi ke dua ibu jari nya selalu saja digerak-gerakan berputar-putar ke muka dan ke belakang, seperti sebuah kincir angin.
Dari situ, saya bisa tau persis bahwa Ito’ memang seorang bapak kepsek dan pengawas asrama yang kreatif, imajinatif, tidak pernah berdiam diri. Punya kedisiplinan yang tinggi, terutama membentuk seseorang itu untuk bisa maju, terdorong melakukan sesuatu yang terbaik bagi diri anak asuhnya sampai bisa lulus jadi guru.
Ia pernah marah besar di ruang belajar malam itu, ketika tahu ada beberapa kawan di asrama putra dan putri tidak turun belajar. Alasan sakit, padahal pergi nonton film di Bioskop Sonya.

---------------
Sumber : Buku Kisah-Kisah Asrama SPG Kristen Kuranga Tomohon 
oleh Arie Tulus Dicetak dan diterbitkan oleh SAT (Sanggar Arts Tomohon) 2008.