SPG Kristen Kuranga Tomohon
oleh : Arie Tulus
MOHON MAAF DAN
TERIMA KASIH TAK
TERHINGGA
Sebagai penulis mewakili kawan-kawan memohon maaf yang
sebesar-besarnya, karena sadar atau tidak sadar selama ada di sekolah dan
asrama, banyak kali menimbulkan kenakalan yang pada akhirnya melahirkan
kekecewaan bagi kepala sekolah yang juga bertugas sebagai pengawas asrama.
Tidak ada salahnya juga pada kesempatan ini, mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada
yang terhormat Keluarga Drs.A.Lagare-Pangkey yang begitu tabah mengabdikan diri
di sekolah dan asrama SPG Kr Kuranga ini, sehingga pada kenyataannya dari
perjuangan mereka pula tercipta berbagai
keberhasilan yang telah di raih oleh segenap alumni.
Permohonan maaf dan ucapan terima kasih tak terhingga ini
juga di sampaikan kepada para kepala sekolah dan pengawas asrama sebelum dan
sesudahnya. Dan kepada segenap guru-guru serta pegawai yang pernah ikut membantu, membentuk, mendidik kami,
sampai sekolah ini menjadi almarhum akibat berbagai kebijakan pemerintah
menghapus semua sekolah-sekolah guru yang ada di tanah air Indonesia.
Buku ini ditulis, tidak lebih dan tidak kurang, adalah
sebagai rasa kangen terhadap kawan-kawan yang pernah sekolah dan nginap di
asrama kurang lebih tiga sampai tiga setengah tahun mendapatkan berbagai
pengalaman menarik yang tak bisa dilupakan, hingga masing-masing sudah bekerja
sesuai dengan profesi dan keahliannya. Tuhan memberkati. Salam.
Kakaskasen, Tomohon Medio Januari 2008
Arie Tulus.
1.
ITO’
Entah
siapakah dia yang pertama-tama dapat inspirasi memunculkan nama ini. Ito’,
begitu sebutannya. Sebuah julukan yang begitu cepat menjalar dikalangan
anak-anak SPG Kristen kuranga sampai sekolah guru ini mati dibunuh akibat berbagai kebijakan pemerintah mengatasnamakan
demi peningkatan mutu pendidikan.
Kemungkinan
besar julukan ini sudah cukup lama ada,
sehingga sampai detik inipun ketika para alumni ketemu di jalan atau melakukan
pertemuan secara resmi, pasti teringat si Ito’, bahkan menjadi sebuah kenangan
indah bagaimana peran Ito’ terhadap berbagai keberhasilan dan prestasi yang
telah dicapai oleh anak-anak yang pernah mendapatkan bimbingan dan pengalaman
belajar sekaligus didikannya.
Maaf,
sekali lagi maaf beribu-ribu maaf, terutama kepada Ito’. Lebih baik di jelaskan
saja, bahwa sebenarnya Julukan Ito’ tidak lain sebagai nama yang dibaptiskan
secara spontan, pun secara diam-diam kepada yang terhormat Bapak Drs. A.Lagare, Kepala Sekolah yang juga bertugas sebagai
pengawas asrama tanpa diketahuinya. Dan memang
tak ada satu binongkolpun yang begitu berani secara
terang-terangan memanggilnya Ito’, sama beraninya memanggil seorang kawan. Seperti
misalnya; ”Halo Ito’? ”Mau kemana Ito’ ?
”Selamat Sore Ito’ ! ”Ito’ sudah
makan ?” . Atau begitu berani bermohon
begini; ”Ito’, minta izin mo pulang
kampung !” Sungguh..., tidak ada yang
berani.
Ente juga boleh tanya siapa-siapa yang berani berkata dan
memanggilnya Ito’ tepat di depan hidung Ito’ ? Sekali lagi tidak ada yang
berani. Ente boleh bayangkan suasana apa yang akan terjadi jika ada di antara
kawan-kawan sekolah guru ini yang berani memanggilnya Ito’ ketika berpapasan.
Apa yang akan terjadi ? Ente jawab sendiri.
Jadi begitulah. Memang ada
juga yang berani, tapi hal itu cuma bisa mereka lakukan dari jarak jauh sambil
sembunyi muka. Atau menyebutnya secara bisik-bisik seperti yang terjadi sore
itu. “Awas, Ito’ badatang !”,
begitu bisik Ponga’ setengah telanjang ketika melihatnya melangkah menuju
asrama putra yang tidak jauh dari ruang makan, sebuah ruang serba fungsi karena
secara rutin dijadikan
tempat belajar seluruh penghuni asrama baik putra maupun
putri sebelum menuju pulau kapuk untuk istirahat tidur malam.
Seorang lelaki yang
bukan murid Sekolah Pendidikan Guru Kristen Kuranga, ikut lari pontang-panting ketika melihat
Antje, Ulik dan Icat tiba-tiba melompat dari katil bersembunyi di kebun yang
ada di belakang asrama sekalipun
cuma berlingkar handuk. Suasana yang tadinya riuh karena ada yang bermain
gitar, catur, bermain kartu, tiba-tiba saja berubah.
Tampak penghuni asrama bilik satu, dua dan tiga ini
menyibukkan diri masing-masing. Ada yang pura-pura memegang sapu, melipat pakaian,
bersih-bersih tempat tidur, membaca-baca buku, pegang ember, dan ada pula beberapa di antaranya satu persatu keluar
melangkah menuju dapur untuk korve membantu persiapan makan malam. Memang Ito’ paling tidak
suka melihat seseorang yang cuma berdiam diri, seperti tidur-tiduran, atau
melakukan kegiatan yang sebenarnya tidak ada manfaatnya, apalagi yang namanya
bermain kartu. Jadi untuk menyiasati suasana supaya tidak terkesan
membuang-buang-buang waktu percuma, ya
berpura-pura seperti itu.
Ternyata
kedatangan Ito’ di asrama putra bukan karena akan menangkap basah beberapa kawan yang
baru saja selesai pesta kecil-kecilan
menghabiskan satu botol cap. Tapi dalam
rangka melakukan inspeksi
di bak penampungan air
yang digunakan untuk mandi
dan cuci
pakaian.
Ada mata kran yang tidak lagi berfungsi dengan baik
sehingga banyak sekali air yang cuma terbuang begitu saja. Dan untuk
mengantisipasinya, Ito’ bersama Yuk membuka mata kran yang sudah rusak itu,
lalu menyumbatnya dengan kayu yang
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat pula mencabutnya dari mulut ledeng pada
saat akan menggunakan air yang tertampung.
Melihat Ito’ sudah menuju asrama putri, maka terdengar
lagi suara dari belakang asrama ”Wei... Ito’ so turung !”.
2.
TERINGAT
SI
ITO’
Bagi
saya ada juga satu pengalaman menarik yang sampai saat ini tak bisa dilupakan. Pernah pagi-pagi di saat apel sebelum masuk ke dalam
kelas masing-masing, mata Ito’ tertuju pada sebuah dasi yang melingkar di leher
seorang kawan. Dasi itu hanya di lingkar begitu saja, tidak layaknya
sebagaimana dasi itu berfungsi di leher sebagai seorang murid SPG Kristen
Kuranga Tomohon.
Perlu diketahui ada hari-hari tertentu
semuanya mesti menggunakan
seragam putih hitam, lengkap
dengan dasinya. Terus apa yang Ito’
lakukan ? Seorang kawan itu disuruh tampil ke depan, berdiri tepat di samping
kanan Ito’. Lalu mulailah Ito’ memberi pelajaran praktis bagaimana cara terbaik membuka dan mengikat dasi di leher.
Ternyata memang tidak semua murid tahu mengikat dasi di
leher. Saya sendiri sebelumnya juga cuma bisa tahu memakai dasi yang sudah siap
melingkar di leher, seperti dasi-dasi yang sudah ada tali-talinya tinggal ikat
selesai. Atau bentuk dasi yang sudah ada perekatnya.
Sejak saat itu sampai saat inipun saya sudah tahu persis
bagaimana mengikat dasi dengan baik di leher. Lebih dari pada itu, setiap kali
berhadapan dengan sebuah dasi yang panjang, sebuah dasi yang masih lurus
menyerupai ular kobra, pasti saya teringat bagaimana Ito’ berdiri di depan
ketika Ia memberikan wejangan, kedua tangannya jika tidak bersilang di
dada, pasti terjulur ke bawah sambil
kunci tangan. Tapi ke dua ibu jari nya selalu saja digerak-gerakan
berputar-putar ke muka dan ke belakang, seperti sebuah kincir angin.
Dari situ, saya bisa tau persis bahwa Ito’ memang seorang
bapak kepsek dan pengawas asrama yang kreatif, imajinatif, tidak pernah berdiam
diri. Punya kedisiplinan yang tinggi, terutama membentuk seseorang itu untuk
bisa maju, terdorong melakukan sesuatu yang terbaik bagi diri anak asuhnya
sampai bisa lulus jadi guru.
Ia pernah marah besar di ruang belajar malam itu, ketika
tahu ada beberapa kawan di asrama putra dan putri tidak turun belajar. Alasan
sakit, padahal pergi nonton film di Bioskop Sonya.
---------------
Sumber : Buku Kisah-Kisah Asrama SPG Kristen Kuranga Tomohon
oleh Arie Tulus Dicetak dan diterbitkan oleh SAT (Sanggar Arts Tomohon) 2008.
Terlalu manis untuk dilupakan.Ada rasa bangga menjadi alumni SPG kr.Kuranga Tomohon,walau aku sendiri tak jadi guru.Terimakasih yg tak terhingga utk kel.A.Lagare Pangkei juga kpd seluruh guru2 yg pernah mendidik kami......Salam kangen utk semua alumni Spg kr.Kuranga Tomohon....GBU.....
BalasHapuswenny watung, Ada banyak pengalaman yang di dapat selama di didik di SPG Kr Kuranga Tomohon. Jadi Guru atau tidak sebenarnya bukanlah sebuah persoalan mendasar, tapi yang penting disini bagaimana bisa menempatkan hidup dan pengalaman itu untuk menjadi lebih baik dari hari ini. Pengalaman di di sekolah guru tempo dulu takkan pernah terulang, dan itu tinggal menjadi sebuah catatan perjalanan yang manis untuk di kenang, dan bisa saja diceritakan kepada siapa saja termasuk mungkin anak-anak kita (tentu yang memiliki nilai-nilai positif). hehehe
BalasHapusDi Asrama banyak suka duka yg dihadapi tapi semua ada hikmahnya.... Keluarga Mener Lagare Pangkei adalah orang tuaku... Perna saya tidak menghabiskan nasih,... Saya distraf makan didepan ibu Asarama... Perna saya keluar tanpa izin distraf di Gudang beras.... Ini pengalaman yg luar biasa disiplin yg tinggi mendidik aku sehingga bisa mandiri....., aku bisa berhasil mendidik anak2ku karena ilmu yg kudapatkan dari Asrama SPG Kr Tomohon we Love SPG Kr Tomohon.... Walaupun aku tdk menjadi guru latar belakangku dari sini,,.. Menjadi wanita Karir Wiraswasta...
BalasHapus